proses fatahillah mengislamkan kerajaan banten
Sejarah
annisarhu7640
Pertanyaan
proses fatahillah mengislamkan kerajaan banten
1 Jawaban
-
1. Jawaban annidaaf
Semasa pemerintahan Sultan Trenggono di Demak, beliau mengutus Fatahillah atau Syarief Hidayatullah mengIslamkan penduduk Jawa Barat di bawah kerajaan Pajajaran yang beragama Hindu.
Tugas yang dipikul dan akan dihadapi oleh Syarief Hidayatullah ke Jawa Barat ada dua faktor yang berat yaitu masyarakat Jawa Barat yang agama Hindunya kuat dan Pajajaran telah mengikat perjanjian pertahanan dengan Portugis pada tanggal 21 Agustus 1522.
Perjanjian itu pada pokoknya berisi:
- Memberi izin kepada Portugis membuat benteng di Pelabuhan Sunda Kelapa.
- Orang Portugis diberi izin mengadakan tukar-menukar lada dengan barang-barang yang diperlukan penduduk Pasundan.
Karena khawatir akan serangan dari Demak maka pada tahun 1527 Portugis mendatangkan Francesco de Sa seorang ahli perbentengan untuk memimpin pembuatan benteng yang lebih besar. Sementara itu Syarief Hidayatullah bergerak bersama bala tentaranya untuk menaklukkan Banten. Ia berhasil menundukkan dan menaklukkan Banten. Ia berhasil menundukkan dan menaklukkan Banten dengan kemenangan yang gemilang.
Sultan Demak, Sultan Trenggono ketika itu memberikan penghargaan yang tinggi, diberi gelar Fatahillah orang Portugis menyebutnya Faletehan.
Sebagai tanda bersyukurnya kepada Tuhan atas kemenangan yang dicapai, Fatahillah memberikan nama baru bagi Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (Jakarta) yang artinya kota kemenangan. Jaya = menang, Karta = kota, nama Fatahillah diilhami oleh nama Al-Fatih yang diberikan kepada Sultan Muhammad penakluk kota Konstantinopel 1453.
Kemudian beliau melanjutkan penaklukan Cirebon. Menurut perhitungan beliau, bila Banten, Sunda Kelapa dan Cirebon telah dikuasai berarti kunci dari Jawa Barat telah dipegang. Tinggal setelah itu meningkat pembinaan dan pengajaran kepada masyarakatnya yang beragama Hindu agar menjadi muslim yang baik.
Setelah beliau merasa bahwa diri beliau telah tua, maka beliau mengundurkan diri dari pemerintahan dan beliau lebih mengarahkan perhatiannya kepada peribadatan.
Putera beliau Hasanuddin diserahi tugas memerintah kerajaan Banten pada tahun 1552 dan Cirebon diserahkan kepada anak beliau Pasarean.
Kemudian beliau pindah ke Gunung Jati Cirebon sampai wafat tahun 1570 dan dimakamkan di Gunung Jati Cirebon. Beliau lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.